Tak banyak yang tahu, nama M. Fudoli Zaini pengarang prosa yang banyak menulis di luar jalur para cerpenis di masanya. Saat itu para penulis di masanya sedang gencar-gencarnya menulis dengan tema sosial politik—bisa diterka tahun 1960-1970-an. Tapi tidak dengan Fudoli, sebagai lelaki yang berada di lingkungan pesantren, ia menulis cerpen-cerpen bertema kemanusiaan hubungannya dengan ketuhanan. Rasanya seperti mendapat hadiah menakjubkan seusai membaca Lagu Dari Jalanan (Balai Pustaka, 1982). Saya merupakan orang yang terhitung tertinggal membaca cerpen-cerpen M. Fudoli Zaini di antara kawan-kawan. Awal menyukai dunia kesusastraan, dulu, saya membaca karya-karya pengarang dari Sumenep tak lain mereka generasi tahun 2000-an. Baru akhir-akhir tahun 2012 menelusuri sejarah sastra di Madura menemukan pengarang M. Fudoli Zaini sebagai seorang prosais, dan banyak diperbincangkan oleh Maman S. Mahayana dan Abdul Hadi W.M sebagai cerpenis sufistik. Cerpen sufi Fudoli, seperti yang disebut Mahayana juga, yaitu Si Kakek dan Burung Dara, atau Sabir dan Sepeda. Suatu hari, tahun 2012, sebelum mengantongi buku Fudoli ini, akses media yang dapat dijangkau yakni majalah Horison dan bunga rampai sastra yang dihimpun oleh Ajip Rosidi—Langit Biru Laut Biru kalau tidak salah. Rupanya Si Kakek dan Burung Dara juga ada dalam buku Lagu Dari Jalanan ini, bersama sembilan cerpen yang lain; Tanah Perjuangan, Paman Saki, Kuda Kepang, lagu Dari Jalanan, Kakek Sampati, Lorong Memanjang, Koki, Tamu dari Jauh dan Perempuan yang Sendiri. Fudoli cerpenis realis. Tema yang diangkat merupakan tema keseharian masyarakat desa yang rekat dengan kultur pesantren. Tokoh-tokohnya, terutama dalam Si Kakek dan Burung Dara sangat kuat dengan nuansa kampung pedesaan. Konfliknya adalah hal sepele namun penting kalau berbicara soal psikologi. Dalam Paman Saki cerita mengenai orang gila. Orang gila tersebut ialah Paman Saki yang tiba-tiba berubah menjadi psikopat setelah berhari-hari oleh anak-anak kecil diolok-olok sebagai orang idiot. Sementara Lagu Dari Jalanan cerita mengenai perempuan cacat yang hidup sebagai pengamen dan memiliki kisah asmara yang naif. Fudoli dalam bukunya yang satu ini, menganggap konflik cerita bukan sebagai tragedi besar. Bahkan dapat dibilang, ada banyak konflik, yang tidak dikategorikan sebagai tragedi, dalam keseharian hidup manusia. Tokoh-tokohnya tidak dibuat-buat serta merta membuat masalah, tetapi masalah yang datang pada tokoh-tokohnya. Latar cerita yang dipilih kisaran tahun 1970-an, nuansa kolonial dalam beberapa cerpen di dalamnya masih ada sebagai miniatur.