SEORANG teman dari jurusan Pendidikan Seni Rupa, kehilangan rambut panjangnya agar bisa mengikuti Micro Teaching. Micro Teaching adalah mata kuliah wajib tempuh di semester IV yang bila tidak lulus Micro Teaching, tidak bisa mengambil Program Pengalaman Lapangan (PPL). Anda tahu, di luar gedung kampus, Kemendikbud sendiri telah membuat kebijakan baru tentang diwajibkannya Pendidikan Profesi Guru (PPG) bagi semua lulusan jurusan kependidikan. Protes terjadi di mana-mana; di kantor jurusan, di depan rektorat, dan di jalan-jalan. Bahkan, ketika sedang ngopi pun topik yang menarik adalah ‘Micro Teaching’.

Itu artinya, PPL yang biasanya bergandengan dengan KKN tidak berguna dijalankan. Lulusan sarjana kependidikan tak ada bedanya dengan lulusan sarjana nonkependidikan.

Sebagai bentuk perlawanan agar kampus tidak diam terhadap kebijakan Kemendikbud, tak perlu melakukan ritual potong rambut ketika mengikuti kelas Micro Teaching yang sudah jelas-jelas tidak berguna. Merawat rambut panjang tidak semudah memotongnya. Seperti kasus seorang teman dari jurusan Pendidikan Seni Rupa, yang sebenarnya dia sudah lama menyimpan bakat seorang seniman. Terlepas apakah seniman harus berambut gondrong? kita sedang menyiapkan sebuah pemberontakan terhadap kebijakan yang ‘sewenang-wenang’.

Seniman orang yang memiliki bakat seni dan telah menciptakan karya seni. Dan hanya orang terpilihlah yang selama hidup ia mendapatkan kemampuan untuk berkarya. Seniman juga berarti seorang pelukis, penyair, penyanyi, sastrawan, budayawan dan lainnya. Tak terhingga. Seorang seniman akan dilihat dari seberapa banyak hidupnya diabdikan demi kepentingan kebudayaan. Termasuk kontribusinya terhadap penyelenggaraan kegiatan kebudayaan di ranah kampus. Maka seniman kampus, biasanya orang-orang teater, seni rupa, sastra dan lainnya tidak terkecuali.

Tetapi, terdapat beberapa persoalan terkait dengan kedudukan seniman kampus yang sering disoroti sebagai kaum minoritas. Seperti pada umumnya, kerap diolok-olok sebagai penghambat laju kedisiplinan dunia akademik. Sehingga sering terjadi seniman kampus diubeng-ubeng oleh guru kelasnya lantaran berambut panjang atau celana sobek di lutut. Tentu, alasan para guru di kampus melarang mahasiswanya berambut gondrong  dan celana sobek ada benarnya ketika, setiap Senin pagi seharusnya diadakan upacara bendera bersama di halaman rektorat. Segala bentuk kedisiplinan dapat ditegakkan. Karenanya, upacara sudah ditetapkan sebagai makna kedisiplinan.

Seniman kata Freud adalah seorang yang lari dari kenyataan ketika untuk pertama kalinya ia tidak dapat memenuhi tuntutan untuk menyangkal pemuasan insting. Kemudian dalam kehidupan fantasinya ia memuaskan keinginan erotik dan ambisinya. Tetapi, ia dapat menemukan jalan untuk keluar dari dunia fantasi ini dan kembali ke kenyataan; dan dengan bakatnya yang istimewa, ia dapat membentuk fantasinya menjadi suatu jenis realitas baru, dan orang menamakannya sebagai bentuk perenungan hidup uang bernilai.

Dalam novel Wilt (2007) karya Tom Sharpe, tokoh Henry Wilt memiliki cara pandang hidup yang berbeda dengan istrinya, namanya Eva Wilt. Henry yang juga seorang dosen di Universitas Seni dan Teknologi Fenland cenderung tidak menyukai dunia yang ada di luar dirinya. Seperti pola hidup Eva yang glamor, yang selalu membanding-bandingkan derajat dirinya yang tinggal Parkview Avenue dengan orang-orang di Rossiter Grove. Akibat kelakuan Eva, Henry tidak bisa membangkitkan energi untuk memiliki satu anak pun. Bahkan, Henry sudah cukup punya masalah dengan kejantanannya tanpa harus ada Eva yang menuntut bahwa hak dalam hubungan suami istri harus ditambahkan secara oral pula.

Pernah suatu hari, Henry menghindari kecaman Eva kalau dia bukan seorang laki-laki. “Kalau kamu seorang laki-laki yang pantas,” kata Eva selalu, “kamu harus menunjukkan lebih banyak inisiatif. Kamu harus lebih menonjolkan diri.” Akhirnya Henry membuktikan diri di persimpangan jalan dan terlibat dalam perdebatan dengan seorang pria di dalam mini bus. Seperti biasa, Henry keluar sebagai pemenang terbaik kedua.

Tentang Eva, mengapa dia mudah terpengaruh oleh kekayaan dan status intelektual? Dalam catatan saya, Eva tidak punya imajinasi. Dia selalu ada di dunia nyata. Sehingga dia akan terus terbawa ke hal-hal yang mudah menarik matanya. Lain dengan Henry yang tidak punya dunia nyata, tetapi memiliki dunia imajinasi.

Tentang Henry, ada hubungannya dengan kezuhudan. Batasan seperti ini menempatkan posisi kefilsufan dalam diri manusia. Orang-orang yang masuk dalam kelompok ini sedang melakukan uzlah, sebuah pengasingan diri untuk memusatkan perhatian pada ibadah. Termasuk di dalam kategori ini yaitu seniman yang mendaki jalan khusus menjadi pahlawan, presiden, pencipta, tokoh favorit yang diidolakannya, tanpa harus melewati jalan berputar demi membuat perubahan nyata pada dunia luar.

Memerhatikan seniman kampus, Henry Wilt selalu terbayang-bayang. Pola hidup yang aneh; nongkrong bersama tukang parkir, jalan kaki sesuka hatinya, atau yang sering dilihat di akhir-akhir semester, para seniman kampus membuat seni instalasi. Selain karya-karya utamanya tentunya, yang sering dipamerkan di galeri seni rupa. Dan kumpulan mahasiswa jurusan sastra membuat pertunjukan di sepanjang jalan kampus; pentas teater, diskusi sastra atau parade puisi. Semua itu menjadi hidup mereka, yang dengan cara itu bisa menjadi apa saja; pahlawan, presiden, menteri, DPR, atau tokoh sastra paling berpengaruh, mungkin!**