Masih adakah naluri kemanusiaan di antara kita? Masih adakah naluri pada manusia-manusia hebat untuk manusia-manusia di luar dirinya yang bodoh dan tertindas? Ini tidak ada dan benar-benar nyata. Tapi agak absurd.


Sistem sosial di Indonesia mengenal istilah pemilik modal, pedagang dan masyarakat kelas bawah, orang miskin. Pada dasarnya sistem ini berfungsi menjauhkan para kaum proletar dari jerat kemiskinan. Adanya pekerjaan baru dengan menjadi buruh memastikan adanya penciptaan kelas-kelas sosial antara kaum buruh dan pemilik modal. Tahun 1848 Marx seorang filsuf Jerman dan Engels seorang sosiolog Jerman menerbitkan Manifesto Komunis (judul buku asli Communist Manifesto) yang isinya mempromosikan gagasan bahwa industri, transport merupakan kepemilikan negara daripada kepemilikan pribadi. Tujuan dari gagasan ini untuk menciptakan masyarakat tanpa kelas yang mempunyai landasan bahwa alat pertukaran, alat produksi dan alat distribusi adalah milik umum.

Kisah perjuangan kelas semacam ini kita lihat dalam karya Ahmat Tohari berjudul Senyum Karyamin. Potret kelas sosial di sana diciptakan secara transparan antara kaum buruh dan pemilik modal (diperankan oleh seorang tengkulak: simbol). Kaum buruh dilakonkan dengan baik oleh lelaki bernama Karyamin. Tidak hanya satu orang Karyamin yang menjadi kaum buruh, kawan-kawannya terhitung berjumlah puluhan dan belasan. Pemilik modal diperankan oleh seorang tengkulak batu yang tidak membayar upah para pekerjanya, yang akibatnya adalah para buruh tersebut banyak menumpuk utang di warung-warung, kepada rentenir dan ke bank pengkreditan masyarakat. Ini yang disebut deskilled, pekerja yang dihilangkan kemampuannya. Di sana, kemajuan datang melalui perjuangan kekuasaan antara kelas-kelas sosial yang berbeda: Marxisme.

Masalah alienasi. Feuerbach seorang teolog, bilang manusia mengasingkan diri dalam agama. Marx setuju awalnya, namun dia lebih jauh menjangkau  mengapa manusia mengalienasikan dirinya dalam agama? Bagi Marx seperti yang ditulisnya dalam Thesen ueber Feuerbach tesis ke-7 katanya asumsi ini tidak dipersoalkan oleh Feuerbach karena manusia dipahami secara abstrak. Justru menurut pendapat Marx, yang membuat manusia mengalienasikan diri dalam agama adalah kondisi-kondisi material. Dalam kerja upahan (Lohnarbeit) Marx menyebut lagi, pekerja menjual tenaganya. Hasil kerjanya menjadi milik perusahaan sehingga pekerja teralienasi dari produknya sendiri. Ciri jenis kerja macam ini semuanya ditentukan oleh pemilik modal atau majikan dan akibat dari kondisi miris ini menciptakan persaingan di antara para pekerja dan permusuhan pekerja antara pekerja dan majikan, sehingga kerja upahan mengasingkan dari sesamanya.

Kita kembalikan fokus kita pada Senyum Karyamin. Sebagai penambang batu, seorang Karyamin mempunyai istri yang wajib ia nafkahi baik secara lahir tentu juga secara batin. Dimulainya sebuah pengasingan bagi Karyamin ketika oleh kawan-kawannya ia disuruh lekas pulang. Dalam dialog dikatakan, istri Karyamin yang cantik dan agak gemuk itu akan didatangi oleh petugas bank harian yang kerjanya menjual uang. Bahkan, kawan-kawannya menciptakan skeptisisme. Petugas bank harian itu tidak hanya sekadar datang menagih setoran, tapi telah menggoda istrinya yang cantik dan agak gemuk.

Istrimu tidak hanya menarik mata petugas bank harian. Jangan dilupa tukang edar kupon buntut itu. Kudengar dia juga sering datang ke rumahmu bila kamu sedang keluar. Apa kamu juga percaya dia datang hanya untuk menjual kupon buntut? Jangan-jangan dia menjual buntutnya sendiri!

Belum lagi tukang pengedar kupon. Karyamin mengalami kebimbangan yang serius dan dilematis. Bisa jadi, alienasi berikutnya ketika Karyamin berpapasan dengan Saidah penjual nasi pecel yang ketika ditawari makan dia menolaknya.

Tidak. Kalau kamu tak tahan melihat aku lapar, aku pun tak tega melihat daganganmu habis karena utang-utangku dan kawan-kawan.”

Lalu Marx pada perenungan panjangnya di suatu pagi menemukan biang keladi dari alienasi ini yaitu terdapat pada institusi hak milik perseorangan, yakni pemilik alat produksi. Marx juga memberikan penjelasan alienasi tidak disebabkan ole individu-individu, yaitu mekanisme hak-hak milik di dalam masyarakat yang menjadikan penyebab munculnya dua kelas atau lebih yang kontradiksi: yang baru muncul kelas pemilik alat produksi dan kelas pekerja. Hegel kemudian memberikan pemahaman kalau alienasi ini akan diakhiri dengan jalan memahami dan refleksi, sedang Marx akan mengakhiri alienasi ini melalui penghapusan institusi hak milik tersebut. Supaya masyarakat tidak terbagi menjadi kelas-kelas yang saling bertentangan.

*) tulisan ini dirangkum dari berbagai data untuk sebuah diskusi kecil bersama Halaqah Kompleks Polri .