Bagaimana
caranya aku mengatakannya
Kata-kata
tak akan menjamin kesungguhan rasa
Bagaimana
caranya aku mengatakannya
Sudahlah,
cintai saja dengan tindakan ya
Preketek.
Tuh, kata-kata klise. Sumprit. Tidak unik. Jinguk. Nggak segar sama sekali. Apa
sih. Tadi aku cuma menulisnya. Tidak berpikir. Menulislah, katanya, jangan
berpikir. Aku maunya berpikir.
Saya
tidak tahu pasti cara orang mengungkapkan cinta pada calon kekasihnya. Saya?
Iya, untuk yang ini menggunakan saya. Bukan aku. Baiklah-lanjut: Saya mempunyai
masa kanak atawa masa lalu yang tidak keren. Tidak pernah punya pacar. Apa
karena di sekolah pacaran tidak dibolehkan. Bisa jadi. Di desa juga. Bahkan di
haramkan. Tapi kalau sudah ditunangkan, itu tidak haram. Mau melakukan apa
saja: silakan… Jadi begini, sekolah MI saya sudah tahu cinta itu apa. Suka,
begitulah manusia memaknainya. MTs saya juga tahu bagaimana cinta. MA saya
tidak kenal cinta. Tiga tahun, Bung mondok. Begitulah, gini-gini juga hasil
didikan seorang kiai. Maka dari beberapa teman saya, bercerita cinta itu harus
diungkapkan. Harus ya? Harus lah. Biar tidak PHP. Di PHP-in itu nyakitin,
curhat seorang teman. Bahkan, teman saya yang baru beberapa bulan saya kenal,
tidak pernah mengatakan aku
cinta kamu. Apa kata mau
nggak kamu jadi pacar aku juga
perlu? Cinta kok ada transaksi.
Itu
soal sial tentang cinta. Bulsit tuh cinta, kata orang seorang teman yang lagi
jomblo, alias belum punya pacar sama sekali. Sebuah apologi. Biarkan. Kali ini
bagaimana penyair menyatakan cinta pada objek puisinya? Tahu tidak, penyair itu
romantis, tidak menjenuhkan, suka memberi hiburan, ngangenin, menyebalkan, suka
memuji, gombal tidak monoton, rendah hati, suka rendah hati ketika tidak punya
uang—repot penyair susah dicari yang tampan, yang mukanya mirip grup boy band
masa kini itu. Beberapa barangkali ada. Minim. Jangan-jangan karena penyair
wajahnya pas-pasan lalu mengandalkan kata-katanya? Itu produk penyair dari
beberapa cara bertahan hidup
seorang penyair. Sebenarnya, penyair itu tidak bermaksud untuk memuji-muji.
Keagungan yang dimiliki semesta baginya mengagumkan. Aktivitas-aktivitas dari
perenungan kecil itu berangkat menjadi karya besar. Makanya, penyair itu
humanis dengan alam semesta. Tertawa.
Pada suatu waktu, bulan kebetulan tidak menyaksikan karena sedang
mendung, teman saya datang membawa wajah setengah gembira setengah sedih. (Saya
terbawa suasana sendiri membayangkan wajah setengah gembira setengah sedih:
membayangkan separuh wajahnya tampak bahagia dan separuhnya lagi tampak sedih?
Membayangkan wajahnya bergantian menampakkan kesedihan lalu kegembiraan? Dug!). Teman saya bercerita.
Seorang lelaki temannya sendiri kesehariannya menyatakan cinta padanya sambil
marah-marah dengan mengatakan kalau selama ini dia suka tapi teman saya tidak
pernah tahu dan selalu ada waktu buat orang lain sehingga akibatnya dia harus bĂȘte karenanya melihat adegan itu teman
saya menjadi takut di sisi lain gembira sambil mau ketawa namun dia bingung
harus berbuat apa menghadapi kondisi yang demikian dramatik selama menjalani
hari-harinya teman saya tidak pernah mengalami peristiwa macam itu. Subhanallah! Saya senang sekali
mendengarnya. Rupanya masih ada cara cinta diungkapkan dengan cara yang
berbeda, yang setiap orang yakin tidak akan melakukan itu seperti dia kepada
teman saya.
Post a Comment